Magnificat anima mea Dominum
Maria mengangkat jiwanya ke hadapan Allah Yang Mahatinggi, kemudian berseru “Magnificat anima mea Dominum” (Aku mengagungkan Tuhan). Karena Putera Allah Yang Mahatinggi itu berada di dalam rahimnya. Serta merta Roh Kudus mendorongnya untuk meluapkan kegembiraan. Luapan kegembiraannya bahkan tidak mungkin hanya dinikmati sendiri. Ia melanjutkannya ke rumah saudarinya, Elisabeth. Putera Elisabeth pun mendapatkan berkat-Nya yang luar biasa.
Dia itu adalah Yohanes (pembaptis), yang kemudian mendapatkan tugas untuk mempersiapkan jalan bagi Putera Allah Mahatinggi. Tarian jiwa Maria menjadi tarian dan lonjakan Yohanes ketika di dalam rahim ibundanya itu. Elisabeth juga memuji Maria: “Tuhan sertamu. Terpujilah engkau di antara segala wanita dan terpujilah buah tubuhmu”.
Dua orang beriman bertemu dan saling memberikan salam kasih yang kehangatannya terasakan hingga kini. Pertemuan penuh berkat melimpah itu menjadi rangkaian doa abadi yang tidak terlupakan: Magnificat, Salam Maria. Inilah pertemuan surgawi, yaitu pertemuan yang senantiasa menjadi harapan bagi semua orang beriman. Sebab di situlah pembagian rahmat yang tentu tidak tertampung hanya oleh seorang anak manusia, dibagi-bagikan, menjadi upaya pelayanan abadi yang menggembirakan.
Dalam suasana yang demikian itu, surga telah menjadi milik kedua wanita itu. Di sana Sang Sabda telah diterima, diwartakan, dibagikan, disyukuri dan dihidupinya. Manusia baru, Yohanes, yang dijumpainya pun menjawab dengan kegembiraan besar: melonjak. Dengan suasana demikian Allah Yang Mahatinggi benar-benar meraja. Sehingga paling tidak Maria di dalam Kerajaan surga itu tidak mempunyai kekurangan apapun, ia tidak ragu-ragu akan keputusan, pilihan dan hidupnya bersama Sang Putera. Sebagai kesimpulan Maria berada di surga.
Sekarang kita yakin bahwa Maria senantiasa bersyukur kepada Tuhan atas nama semua orang beriman yang menantikan kedatangan Sang Kristus. Bersama merekalah Maria memuji karya agung Tuhan terhadap dirinya dan terhadap Gereja. Begitu kita turut dalam pujiannya, kita menjadi seperti Elisabeth, saudarinya. Ambil bagian lebih besar dan bersemangat lagi, maka kerajaan surga makin bergema dalam penghayatan iman.
Jadi sekurang-kurangnya ada dua pesan dapat kita tangkap, yaitu: Maria benar-benar di Surga dan Elisabeth kebagian Surga itu.
Sekarang tidak pantas bagi kita untuk meragukan Maria yang diangkat ke Surga. Kepercayaan ini dianut oleh umat beriman hingga hamper 2000 tahun, sampai Bapa Suci, Sri Paus Pius XII mengumumkan dogmanya pada tahun 1950 (Denzinger S:3903). Ketentuan iman itu diteguhkan kembali dalam ajaran Kinsili Vatikan II: “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena segala cemar dosa asal, setelah menyelesaikan perjalanannya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagi Ratu alam semesta, supaya lebih penuh meyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (LG 59).
Limpah rahmat itu tentu telah dialami juga oleh Elisabeth. Tidak ketinggalan, kita merasa menjadi seperti Elisabeth, “saudara dan saudari” Maria dan Yesus. Sebab mau mendengarkan Sabda dan berupaya untuk tekun melaksanakan Sabda itu. Doa dan kunjungan yang berkaitan dengan Maria adalah upaya untuk mengambil bagian dalam mengais rahmat itu. Pengalaman surgawi dalam doa Marial menggembirakan gairah orang beriman. Sehingga sebagaimana Maria telah di Surga karena diangkat oleh Allah, kita pun ingin mengalami dan merasakannya.
Maria mengangkat jiwanya ke hadapan Allah Yang Mahatinggi, kemudian berseru “Magnificat anima mea Dominum” (Aku mengagungkan Tuhan). Karena Putera Allah Yang Mahatinggi itu berada di dalam rahimnya. Serta merta Roh Kudus mendorongnya untuk meluapkan kegembiraan. Luapan kegembiraannya bahkan tidak mungkin hanya dinikmati sendiri. Ia melanjutkannya ke rumah saudarinya, Elisabeth. Putera Elisabeth pun mendapatkan berkat-Nya yang luar biasa.
Dia itu adalah Yohanes (pembaptis), yang kemudian mendapatkan tugas untuk mempersiapkan jalan bagi Putera Allah Mahatinggi. Tarian jiwa Maria menjadi tarian dan lonjakan Yohanes ketika di dalam rahim ibundanya itu. Elisabeth juga memuji Maria: “Tuhan sertamu. Terpujilah engkau di antara segala wanita dan terpujilah buah tubuhmu”.
Dua orang beriman bertemu dan saling memberikan salam kasih yang kehangatannya terasakan hingga kini. Pertemuan penuh berkat melimpah itu menjadi rangkaian doa abadi yang tidak terlupakan: Magnificat, Salam Maria. Inilah pertemuan surgawi, yaitu pertemuan yang senantiasa menjadi harapan bagi semua orang beriman. Sebab di situlah pembagian rahmat yang tentu tidak tertampung hanya oleh seorang anak manusia, dibagi-bagikan, menjadi upaya pelayanan abadi yang menggembirakan.
Dalam suasana yang demikian itu, surga telah menjadi milik kedua wanita itu. Di sana Sang Sabda telah diterima, diwartakan, dibagikan, disyukuri dan dihidupinya. Manusia baru, Yohanes, yang dijumpainya pun menjawab dengan kegembiraan besar: melonjak. Dengan suasana demikian Allah Yang Mahatinggi benar-benar meraja. Sehingga paling tidak Maria di dalam Kerajaan surga itu tidak mempunyai kekurangan apapun, ia tidak ragu-ragu akan keputusan, pilihan dan hidupnya bersama Sang Putera. Sebagai kesimpulan Maria berada di surga.
Sekarang kita yakin bahwa Maria senantiasa bersyukur kepada Tuhan atas nama semua orang beriman yang menantikan kedatangan Sang Kristus. Bersama merekalah Maria memuji karya agung Tuhan terhadap dirinya dan terhadap Gereja. Begitu kita turut dalam pujiannya, kita menjadi seperti Elisabeth, saudarinya. Ambil bagian lebih besar dan bersemangat lagi, maka kerajaan surga makin bergema dalam penghayatan iman.
Jadi sekurang-kurangnya ada dua pesan dapat kita tangkap, yaitu: Maria benar-benar di Surga dan Elisabeth kebagian Surga itu.
Sekarang tidak pantas bagi kita untuk meragukan Maria yang diangkat ke Surga. Kepercayaan ini dianut oleh umat beriman hingga hamper 2000 tahun, sampai Bapa Suci, Sri Paus Pius XII mengumumkan dogmanya pada tahun 1950 (Denzinger S:3903). Ketentuan iman itu diteguhkan kembali dalam ajaran Kinsili Vatikan II: “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena segala cemar dosa asal, setelah menyelesaikan perjalanannya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagi Ratu alam semesta, supaya lebih penuh meyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (LG 59).
Limpah rahmat itu tentu telah dialami juga oleh Elisabeth. Tidak ketinggalan, kita merasa menjadi seperti Elisabeth, “saudara dan saudari” Maria dan Yesus. Sebab mau mendengarkan Sabda dan berupaya untuk tekun melaksanakan Sabda itu. Doa dan kunjungan yang berkaitan dengan Maria adalah upaya untuk mengambil bagian dalam mengais rahmat itu. Pengalaman surgawi dalam doa Marial menggembirakan gairah orang beriman. Sehingga sebagaimana Maria telah di Surga karena diangkat oleh Allah, kita pun ingin mengalami dan merasakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar