GBU: GOD BE WITH YOU
Saya (Rm.P.Gun.,scj.) pegang HP sekitar 4 tahun yang lalu, saya memang agak ketinggalan jaman. Beberapa anak-anak di kebun sawit dan karet pun memberi ucapan atau salam “GBU”. Kala itu saya tidak langsung mengerti maksudnya, satu-dua hari kemudian baru saya ketahui bahwa salam itu sudah begitu umum di kalangan anak-anak dan orang tua “ber-HP”.
Syukur bahwa alat itu juga bermanfaat untuk kehidupan religius. Dengan tradisi demikian, apakah maknanya yang terdalam dapat dimengerti dengan baik oleh mereka yang menggunakannya? “GBU”, Tuhan sertamu, adalah salam yang biasa diucapkan oleh Santo Paulus kepada jemaat Allah. Dengan landasan iman yang mendalam ia menyapa. Iman itu hadiah Allah yang diawali oleh sikap manusia yang begitu terbatas oleh kepicikannya, tapi dijaga oleh kesetiaannya, dipupuk dengan pengorbanan yang tidak tanggung-tanggung, yakni kesaksian iman sampai mati.
Antara kebiasaan dan kesadaran ada makna yang didalami. Mencondongkan sikap pada kebiasaan belaka, orang lebih menghayati forma. Sadar akan apa yang senantiasa disikapi adalah penghayatan yang mendalam. Kristus memerintahkan para murid-Nya untuk menebar jala “ke tempat yang dalam”. Penghayatan itu sendiri merupakan bisikan yang dikehendaki oleh Allah agar diri-Nya dapat dikenal secara lebih baik oleh manusia. Allah mau masuk dalam sejarah manusia, dengan memperkenalkan diri lewat para utusan terpilih dan saksi-saksi terpilih.
Inisiatif Allah untuk hidup bersama dengan manusia harus mulai dengan daya terbatas manusia. Tujuannya, manusia menghayati bahwa Allah bersama dengannya. Barangkali manusia bertanya, siapakah Dia itu? Bagi bangsa Israel yang sarat dengan perjuangan untuk dapat hidup bebas, Ia dikenal dengan Allah Penebus. Sebab peran-Nya menebus atau membebaskan bangsa itu dari penindasan bangsa lain (bdk. Weiden Wim van der, MSF., KOMENTAR KITAB MAZMUR, hal. 11). Penebusan-Nya terus berlangsung, kesadaran manusia harus makin meningkat. Kebaikan Allah yang tiada batas harus kian disadari oleh umat yang dinamis mencari kebenaran yang sejati.
Penebusan Allah melalui Putera-Nya adalah langkah pembaharuan bagi manusia yang dikuasai dosa. Allah harus menguasai kembali manusia dengan mengajak mereka untuk lebih mengenal siapakah Dia yang telah berbuat baik. Cara lama untuk menghayati Allah yang menebus, Allah yang mencipta dan Allah yang setia mendampingi, telah mendapatkan bentuk baru melalui Yesus Kristus. Dia mengajar manusia untuk dekat dengan Sang Penebus, Sang Pencipta dan Sang Penghibur. Yesus mengatakan, “Siapa mengenal Aku, mengenal Bapa” (Yoh 14:1-14). Allah penyelenggara kehidupan dapat disebut begitu dekat: Bapa. Penebus yang pernah cukup jauh dihayati, menjadi begitu dekat: Sabda telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita (lih. Yoh 1:14). Kita adalah manusia phisik yang masih lekat dengan segala panca indera kita, tetapi karena kebaikan-Nya kita telah menjadi begitu dekat oleh karena Roh (lih. Rm 8:8-17).
Maka betapa dekatlah orang-orang yang mau hidup “se-irama” dengan bisikan Roh. Dengan penghayatan demikian “Allah beserta kita”, “Tuhan sertamu”, “God be with you” menjadi nyata – penuh penghayatan – jadi seruan mendalam orang-orang beriman. Bahkan dengan menyebut nama Allah Tritungal, membuat tanda salib pun menjadi penuh arti karena bukan sekedar formalitas belaka.
Saya (Rm.P.Gun.,scj.) pegang HP sekitar 4 tahun yang lalu, saya memang agak ketinggalan jaman. Beberapa anak-anak di kebun sawit dan karet pun memberi ucapan atau salam “GBU”. Kala itu saya tidak langsung mengerti maksudnya, satu-dua hari kemudian baru saya ketahui bahwa salam itu sudah begitu umum di kalangan anak-anak dan orang tua “ber-HP”.
Syukur bahwa alat itu juga bermanfaat untuk kehidupan religius. Dengan tradisi demikian, apakah maknanya yang terdalam dapat dimengerti dengan baik oleh mereka yang menggunakannya? “GBU”, Tuhan sertamu, adalah salam yang biasa diucapkan oleh Santo Paulus kepada jemaat Allah. Dengan landasan iman yang mendalam ia menyapa. Iman itu hadiah Allah yang diawali oleh sikap manusia yang begitu terbatas oleh kepicikannya, tapi dijaga oleh kesetiaannya, dipupuk dengan pengorbanan yang tidak tanggung-tanggung, yakni kesaksian iman sampai mati.
Antara kebiasaan dan kesadaran ada makna yang didalami. Mencondongkan sikap pada kebiasaan belaka, orang lebih menghayati forma. Sadar akan apa yang senantiasa disikapi adalah penghayatan yang mendalam. Kristus memerintahkan para murid-Nya untuk menebar jala “ke tempat yang dalam”. Penghayatan itu sendiri merupakan bisikan yang dikehendaki oleh Allah agar diri-Nya dapat dikenal secara lebih baik oleh manusia. Allah mau masuk dalam sejarah manusia, dengan memperkenalkan diri lewat para utusan terpilih dan saksi-saksi terpilih.
Inisiatif Allah untuk hidup bersama dengan manusia harus mulai dengan daya terbatas manusia. Tujuannya, manusia menghayati bahwa Allah bersama dengannya. Barangkali manusia bertanya, siapakah Dia itu? Bagi bangsa Israel yang sarat dengan perjuangan untuk dapat hidup bebas, Ia dikenal dengan Allah Penebus. Sebab peran-Nya menebus atau membebaskan bangsa itu dari penindasan bangsa lain (bdk. Weiden Wim van der, MSF., KOMENTAR KITAB MAZMUR, hal. 11). Penebusan-Nya terus berlangsung, kesadaran manusia harus makin meningkat. Kebaikan Allah yang tiada batas harus kian disadari oleh umat yang dinamis mencari kebenaran yang sejati.
Penebusan Allah melalui Putera-Nya adalah langkah pembaharuan bagi manusia yang dikuasai dosa. Allah harus menguasai kembali manusia dengan mengajak mereka untuk lebih mengenal siapakah Dia yang telah berbuat baik. Cara lama untuk menghayati Allah yang menebus, Allah yang mencipta dan Allah yang setia mendampingi, telah mendapatkan bentuk baru melalui Yesus Kristus. Dia mengajar manusia untuk dekat dengan Sang Penebus, Sang Pencipta dan Sang Penghibur. Yesus mengatakan, “Siapa mengenal Aku, mengenal Bapa” (Yoh 14:1-14). Allah penyelenggara kehidupan dapat disebut begitu dekat: Bapa. Penebus yang pernah cukup jauh dihayati, menjadi begitu dekat: Sabda telah menjadi manusia, dan tinggal di antara kita (lih. Yoh 1:14). Kita adalah manusia phisik yang masih lekat dengan segala panca indera kita, tetapi karena kebaikan-Nya kita telah menjadi begitu dekat oleh karena Roh (lih. Rm 8:8-17).
Maka betapa dekatlah orang-orang yang mau hidup “se-irama” dengan bisikan Roh. Dengan penghayatan demikian “Allah beserta kita”, “Tuhan sertamu”, “God be with you” menjadi nyata – penuh penghayatan – jadi seruan mendalam orang-orang beriman. Bahkan dengan menyebut nama Allah Tritungal, membuat tanda salib pun menjadi penuh arti karena bukan sekedar formalitas belaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar